Minggu, 22 Desember 2013

Judulnya Denis ; pernah saya ikutkan lomba-menulis-rindutanpakatarindu tempo lalu. tapi ngga masuk nomini .. it's ok, namanya juga usaha kan bloggers :D

Amira memandang langit sore yang terhampar di depannya. Terasa sesak di dadanya. Bukan karena udara yang semakin memburuk di muka bumi ini. Tapi sosok Denis di kepalanya yang terus berputar-putar. ‘Coba saja kejadian itu tak terjadi, mungkin sekarang kita masih di sini’. Amira menarik napas panjangnya. ‘Di sini memandang langit sore kesukaanmu’ batin Amira pilu. Menghempaskan napas beratnya di udara. Tak berapa lama buliran air mata telah membasahi pipinya. Amira tak berniat untuk menghapusnya. Ia berharap ada Denis yang dengan lembut menghapus air matanya ini. Tapi itu tidak akan terjadi. Sosok Denis telah menghilang. Sesenggukan Amira sore itu. Mengingat kebersamaannya bersama Denis dulu. Penuh canda tawa. Amira tak segan untuk menumpahkan keluh kesahnya pada Denis. Tentang apa saja. Terlebih tentang dirinya yang bagai burung di sangkar emas di rumahnya sendiri. Dengan sabarnya Denis mendengarkan. Di awali seulas senyum Denis, Amira merasa tenang di sampingnya. Air matanya mengalir deras seperti anak sungai. Amira tak dapat membendung kepiluannya. Kesedihan tak ada sosok Denis saat ini. Bayang-bayang Denis terpatri di otaknya. Tak mau lepas. Ia sangat menginginkan itu terjadi lagi dengannya. Bersama Denis. Kebersamaan yang selalu indah di matanya. Walaupun tangis Amira pecah saat berkisah tentang rumahnya. Ia ingin sekali. Tapi ia harus menerima kenyataan kalau Denis sudah menghadap Tuhan. Dengan tenang di rumah Tuhan sana. Amira harus mengatakan pada dirinya tentang kenyataan itu. Amira tak sesalkan dirinya saat itu tak mempunyai teman, selain Denis. Karena bagi dirinya Denis sudah mewakili seratus teman di hatinya. Lebih dari itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar